A. PENDAHULUAN
Landasan Kaizen ini diterapkan di Jepang setelah Perang Dunia Kedua , ketika negara itu mencoba untuk membangun kembali pabrik dan memikirkan kembali banyak sistem. Konsep Kaizen mulai terbentuk pada tahun 1950-an . Menurut Masaaki Imai, yang disebut sebagai bapak strategi Kaizen, mengatakan bahwa konsep itu adalah yang paling penting dari manajemen Jepang dan kunci keberhasilan bisnis Jepang. Prinsip Kaizen itu didasarkan pada tradisi Jepang kuno dan filsafat sejauh mencari harmoni melalui perbaikan terus-menerus. Ini adalah bentuk kontemporer, baik digunakan untuk meningkatkan dan merampingkan proses perusahaan serta untuk meraih perkembangan pada tingkat individu. Makna peningkatan Kaizen tidak boleh dilihat secara terpisah, tetapi dalam konteks yang lebih luas, yang sebenarnya ungkapan ini dipinjam dari tradisi Tao dan Buddha , dengan fokus pada peningkatan sosial masyarakat dan perbaikan secara menyeluruh. Tradisi ini tetap hidup di Jepang hingga saat ini . Kaizen adalah filosofi manajemen sejauh itu berasal dari pandangan bahwa setiap perbaikan tertentu tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan pelanggan dan masyarakat luas. Oleh karena itu, kita harus selalu memiliki konteks yang lebih luas ini dalam pikiran ketika berbicara tentang Konsep spesifik manajemen Jepang yang mengintegrasikan semua komponen dalam dinamis utuh dan menjelaskan pentingnya harmoni sosial secara mendasar.
Dalam bahasa Jepang , Kaizen berarti ” kecil , tambahan , perbaikan terus-menerus , ” dan dalam bahasa Inggris diterjemahan ” perbaikan terus-menerus atau berkelanjutan . ” Kaizen adalah filosofi yang berfokus baik pada proses dan hasilnya . Menurut Masaaki Imai , Kaizen merupakan konsep payung.( Imai,1986) Ini adalah proses yang , bila dilakukan dengan benar , memanusiakan tempat kerja , menghilangkan yang tidak perlu, kerja keras ( baik mental maupun fisik ) , mengajarkan orang bagaimana melakukan eksperimen cepat dengan menggunakan metode ilmiah, dan bagaimana untuk menghilangkan pemborosan dalam proses bisnis. Kaizen juga paling sering digunakan di Jepang . Seseorang dapat memandang Kaizen di jepang dalam keseimbangan baik pada komersial, sistem jaminan sosial atau produktivitas perusahaan Jepang dll.
Perbedaan antara manajemen Jepang dan Barat meliputi tidak hanya strategi peningkatan produktivitas itu sendiri , selain itu lingkungan kerja dikontrol kualitasnya. Biasanya, kontrol hanya memikirkan kualitas produk saja, tetapi Kaizen juga mengontrol tentang kualitas manusia, yang berarti lebih menekankan pada pendidikan dan pelatihan, serta keterlibatan dalam proses pengendalian mutu semua bekerja. Maka di sana ada aksioma dalam sistem produktivitas Jepang yang mengatakan : ” Kontrol kualitas dimulai dan berakhir dipelatihan “. Dengan kata lain manajemen bertugas untuk meningkatkan budaya bisnis dengan mengembangkan kualitas dan motivasi di bidang sumber daya manusia .
Filosofi Continuous Improvement merupakan transformasi dari konsep“Kaizen”, yang memperbaiki setiap kesalahan yang muncul dalam proses produksi secara bertahap dan dimulai dengan memperbaiki kesalahan yang besar hingga ke yang kecil sampai tidak ditemukan lagi kesalahan dalam proses produksi (zero defect).
Ajaran Islam juga mengenal konsep Continuous Improvement. Dalam Al Qurân disebutkan bahwa Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.(Surah Ar Râd/13:11).
Hadist Rasulullah juga menyebutkan bahwa jika kondisi hari ini sama dengan kemarin merupakan sebuah kerugian dan jika kondisinya lebih buruk maka merupakan sebuah kecelakaan. Di samping itu, Rasulullah mengajarkan pula bahwa “sebaik-baiknya pekerjaan adalah yang dilakukan penuh ketekunan walaupun sedikit demi sedikit” (hadist riwayat Tirmidzi). Hadist tersebut mengajarkan bahwa suatu pekerjaan kecil yang dilakukan secara konstan dan professional lebih baik dari sebuah pekerjaan besar yang dilakukan secara musimam dan tidak professional. Dengan demikian semangat Continuous Improvement sangat didorong dalam ajaran Islam.
B. SEGMENTASI KEIZEN
Menurut konsep kaizen dalam Tazakigroup (2000), kaizen dibagi menjadi tiga segmen, tergantung kebutuhan masing-masing perusahaan :
1. Kaizen yang berorientasi pada manajemen, memusatkan perhatiannya pada masalah logistik dan strategis yang terpenting dan memberikan momentum untuk mengejar kemajuan dan moral.
2. Kaizen yang berorientasi pada kelompok, dilaksanakan oleh gugus kendali mutu, kelompok Jinshu Kanshi (人種監視)untuk manajemen sukarela menggunakan alat statistik untuk memecahkan masalah, menganalisa, melaksanakan dan menetapkan standar atau prosedur baru.
3. Kaizen yang berorientasi pada individu, dimanifestasikan dalam bentuk saran, di mana seseorang harus bekerja lebih pintar bila tidak mau bekerja keras.
Kaizen adalah konsep tunggal dalam manajemen Jepang yang paling penting dan merupakan kunci sukses Jepang dalam persaingan. Jepang selalu berpikir bahwa tidak ada satu hari pun berlalu tanpa adanya suatu tindakan penyempurnaan (Takizakigroup: 2000). Kaizen merupakan alat pemersatu filsafat, sistem dan alat untuk memecahkan masalah yang dikembangkan di Jepang selama 30 tahun pada suatu perusahaan untuk berbuat baik lagi. Kaizen dapat dimulai dengan menyadari bahwa setiap perusahaan mempunyai masalah. Kaizenmemecahkan masalah dengan membentuk kebudayaan perusahaan di mana setiap orang dapat mengajukan masalahnya dengan bebas (Imai, 1998: Xviii).
C. KONSEP KEIZEN
Dalam www.tazakigroup.com, konsep kaizen meliputi beberapa hal, yakni:
a. Konsep 3 M (Muda, Mura, dan Muri)
Konsep ini dibentuk untuk mengurangi banyaknya proses kerja, meningkatkan mutu, mempersingkat waktu dan mengurangi atau efisiensi.
1. Muda (無駄) diartikan sebagai pengurangan pemborosan atau kesia-siaan.
2. Mura (村) diartikan sebagai pengurangan perbedaan.
3. Muri (無理) diartikan sebagai pengurangan ketegangan.
b. Gerakan 5 S (seiri, seiton, seiso, seiketsu dan shitsuke)
Konsep 5 S pada dasarnya merupakan proses perubahan sikap dengan menerapkan penataan, kebersihan, dan kedisiplinan di tempat kerja. Konsep 5 S merupakan budaya tentang bagaimana seseorang memperlakukan tempat kerjanya secara benar. Bila tempat kerja tertata rapi, bersih, tertib maka kemudahan bekerja perorangan dapat diciptakan. Dengan kemudahan bekerja ini, empat bidang sasaran pokok industri yang meliputi: Efisiensi Kerja, Produktifitas Kerja, Kualitas Kerja, dan Keselamatan Kerja dapat lebih mudah dipenuhi. Berikut ini adalah penjelasan yang lebih detil mengenai bagian-bagian dari 5 S.
1. Konsep Seiri ( 整理 )
Seiri adalah memisahkan benda yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan, kemudian menyingkirkan yang tidak diperlukan (ringkas). Sesungguhnya, terdapat banyak barang yang tidak diperlukan di dalam setiap pabrik. Barang yang tidak diperlukan artinya barang tersebut tidak dibutuhkan untuk kegiatan produksi saat ini (Hirano, 2005: 13).Untuk mengetahui barang-barang yang perlu dibuang, barang harus dipisahkan menjadi yang diperlukan dan yang tidak diperlukan. Hal ini disebut dengan “Seiri visual”, kemudian dilaksanakan menggunakan label merah seperti di perusahaan Toyota.
2. Konsep Seiton ( 整頓 )
Konsep ini menyusun dengan rapi dan mengenali benda untuk mempermudah penggunaan. Kata Jepang seiton ( 整頓 ) secara harfiah berarti menyusun benda dengan cara yang menarik (rapi). Dalam konteks 5 S. ini berarti mengatur barang-barang sehingga setiap orang dapat menemukannya dengan cepat. Untuk mencapai langkah ini, pelat penunjuk digunakan untuk menetapkan nama tiap barang dan tempat penyimpanannya (Yasuhiro,1995: 249). Seiton memungkinkan pekerja dengan mudah mengenali dan mengambil kembali perkakas dan bahan, dan dengan mudah mengembalikannya ke lokasi di dekat tempat penggunaan. Pelat penunjuk digunakan untuk memudahkan penempatan dan pengambilan kembali bahan yang diperlukan.
3. Konsep Seiso ( 清掃 )
Konsep ini selalu mengutamakan kebersihan dengan menjaga kerapihan dan kebersihan (resik). lni adalah proses pembersihan dasar dimana suatu daerah disapu dan kemudian dipel dengan kain pel. Karena lantai, jendela, maupun dinding harus dibersihkan, seiso setara dengan aktifitas pembersihan berskala besar yang dilakukan setiap akhir tahun di rumah tangga Jepang.
Meskipun pembersihan besar-besaran di seluruh perusahaan dilakukan beberapa kali dalam setahun, tiap tempat kerja perlu dibersihkan setiap hari. Aktifitas itu cenderung mengurangi kerusakan mesin akibat tumpahan minyak, abu, dan sampah. Contohnya, kalau ada pekerja yang mengeluh ada mesin yang rusak ini tidak berarti mesin itu perlu penyetelan. Sebenarnya, yang diperlukan mungkin hanya program pembersihan di tempat kerja (Yasuhiro,1995:249).
4. Konsep Seiketsu (清潔)
Seiketsu yaitu usaha yang terus menerus untuk mempertahankan 3S tersebut diatas, yakni Seiri,Seiton), dan Seiso. Pada prinsipnya mengusahakan agar tempat kerja yang sudah menjadi baik dapat selalu terpelihara. Di tempat kerja yang rawat, kerawanan dan penyimpangan dapat segera dikenali, sehingga berbagai masalah dapat dicegah sedini mungkin (Kristianto, 1995: 47). Memelihara tempat kerja tetap bersih tanpa sampah atau tetesan minyak adalah aktivitas Seiketsu. Antara seiso dengan seiketsu sangat berkaitan erat.
5. Konsep Shitsuke (仕付 )
Shitsuke adalah metode yang digunakan untuk memotivasi pekerja agar terus menerus melakukan dan ikut serta dalam kegiatan perawatan dan aktivitas perbaikan serta membuat pekerja terbiasa mentaati aturan (rajin). Hal ini dianggap sebagai komponen yang paling sukar dari 5 S. Untuk aktivitas ini, pekerja Jepang diharapkan melatih pengandalian diri sendiri, bukan dikendalikan manajemen (Yasuhiro, 1995:266).
c. Konsep PDCA (Plan, Do, Check, Action)
Langkah pertama dari kaizen adalah menerapkan siklus PDCA (plan, do, check action) sebagian sarana yang menjamin terlaksananya kesinambungan dari kaizen. Hal ini berguna dalam mewujudkan kebijakan untuk memelihara dan memperbaiki atau meningkatkan standar. Siklus ini merupakan konsep yang terpenting dari proses kaizen (Imai, 2005: 4).
Rencana (plan) berkaitan dengan penetapan target untuk perbaikan, karena kaizen adalah cara hidup, maka harus selalu ada perbaikan untuk semua bidang, dan perumusan rencana guna mencapai target tersebut. Periksa (check) merujuk pada penetapan apakah penerapan tersebut berada pada jalur yang sesuai rencana dan memantau kemajuan perbaikan yang direncanakan. Tindak (action) berkaitan dengan standarisasi prosedur baru guna menghindari terjadinya kembali masalah yang sama atau menetapkan sasaran baru bagi perbaikan berikutnya (Imai, 2005: 5).
Siklus PDCA berputar secara berkesinambungan, segera setelah suatu perbaikan dicapai, keadaan perbaikan tersebut dapat memberikan inspirasi untuk perbaikan selanjutnya. Karena karyawan umumnya lebih suka dengan kemapanan (status quo) dan mereka jarang memiliki prakarsa sendiri untuk meningkatkan keadaan, manajemen harus secara terus menerus merumuskan sasaran dan target perbaikan yang memberikan tantangan.
Pada awalnya, setiap proses kerja baru belum cukup stabil. Sebelum kita mengerjakan siklus PDCA berikutnya, proses tersebut harus distabilkan melalui siklus SDCA. Setiap kali ketidakwajaran timbul dalam suatu proses, pertanyaan-pertanyaan berikut hendaknya diajukan sebagai bahan koreksi: Apakah hal itu terjadi karena kita tidak memiliki standar? Apakah hal itu terjadi karena standar tidak dipatuhi? Atau apakah hal itu terjadi karena standar yang ada tidak cukup rinci atau kurang memadai? Hanya setelah standar ditetapkan dan dipatuhi serta membawa kestabilan pada prose, kita boleh beralih ke PDCA berikutnya.
Jadi SDCA menerapkan standarisasi guna mencapai kestabilan proses, sedangkan PDCA menerapkan perubahan guna meningkatkannya. SDCA berkaitan dengan fungsi pemeliharaan, sedang PDCA merujuk pada fungsi perbaikan; dua hal inilah yang menjadi dua tanggung ajwab utama manajemen.
d. Komitmen kualitas
Sasaran akhir kaizen adalah tercapainya Kualitas, Biaya, Distribusi (Quality, Cost, Delivery – QCD), sehingga pada praktiknya kaizen menempatkan kualitas pada prioritas tertinggi.Kaizen mengajarkan bahwa perusahaan tidak akan mampu bersaing jika kualitas produk dan pelayanannya tidak memadai, sehingga komitmen manajemen terhadap kualitas sangat dijunjung tinggi. Kualitas yang dimaksud dalam QCD bukan sekedar kualitas produk melainkan termasuk kualitas proses yang ditempuh dalam menghasilkan produknya.
e. Berbicara dengan data
Kaizen adalah proses pemecahan masalah. Agar suatu masalah dapat dipahami secara benar dan dipecahkan, masalah itu harus ditemukenali untuk kemudian secara benar data yang relevan dikumpulkan serta ditelaah. Mencoba menyelesaikan masalah tanpa data adalah pemecahan masalah berdasarkan selera dan perasaan—suatu pendekatan yang tidak ilmiah dan tidak objektif. Mengumpulkan data tentang keadaan saat ini membantu memahami kea rah mana fokus harus diarahkan; hal ini menjadi langkah awal dalam upaya perbaikan.
f. Proses adalah konsumen
Semua pekerjaan pada dasarnya terselenggara melalui serangkaian proses, dan masing-masing proses memiliki pemasok maupun konsumen. Suatu material atau butiran informasi disediakan oleh proses A (pemasok) kemudian dikerjakan dan diberi nilai tambah dip roses B untuk selanjutnya diserahkan ke proses C (konsumen). Proses berikut harus selalu diperlakukan sebagai konsumen. Aksioma ini, proses berikut adalah konsumen, merujuk pada dua macam konsumen: konsumen internal (proses yang masih berada dalam perusahan yang sama) dan pelanggan eksternal (yang ada di pasar).
Kebanyakan orang dalam bekerja selalu berhubungan dengan konsumen internal. Kenyataan ini hendaknya dipakai sebagai dasar komitmen untuk tak pernah meneruskan produk cacat ataupun butir informasi yang salah kepada proses berikutnya. Bila semua orang di dalam perusahaan mempraktekkan aksioma ini, konsumen yang sesungguhnya—konsumen eksternal di pasar—dapat dipastikan akan menerima produk atau jasa layanan berkualitas tinggi sebagai akibatnya. Sistem jaminan kualitas yang sejati berarti bahwa semua orang di dalam organisasi terdaftar sebagai penganut dan mempraktekkan aksioma ini.
D. SISTEM UTAMA KEIZEN
Berikut ini adalah sistem utama yang harus mendapat posisi penting guna mencapai sukses strategi kaizen:
a. Total Quality Control/Total Quality Management (TQC/TQM)
Salah satu prinsip dari manajemen Jepang adalah total quality control (TQC) yang pada awal pertumbuhannya menekankan pengendalian pada proses untuk mencapai kualitas. Prinsip ini telah berevolusi menjadi sistem yang mencakup semua aspek manajemen dan sekarang dirujuk dengan istilah total quality management (TQM), istilah yang lebih dikenal secara internasional.
Gerakan TQC/TQM sebagai bagian dari kaizen dapat memberikan gambaran lebih jelas tentang pendekatan manajemen Jepang. TQC/TQM ala Jepang dikembangkan sebagai strategi tang membantu manajemen agar menjadi makin mampu bersaing dan mendapatkan keuntungan dengan perbaikan di semua aspek bisnis yang dihadapinya. Dalam TQC/TQM, Q yang berarti mutu/kualitas (quality) memang memiliki prioritas tinggi, namun di samping kualitas terdapat sasaran lain pula, yaitu biaya (cost) dan batas waktu penyerahan (delivery).
Huruf T pada TQC/TQM menekankan total, berarti melibatkan semua orang dalam organisasi, dari manajemen madya, supervisor, dan para pekerja langsung. Lebih lanjut pengertiannya diperluas ke arah pemasok, agen penjualan, dan penjual. Huruf T ini juga mengacu pada kepemimpinan dan kinerja manajemen puncak (top management), suatu faktor yang sangat esensial untuk penerapan TQC/TQM yang berhasil.
Huruf C merujuk pada pengendalian (control) atau pengendalian proses. Dalam TQC/TQM, proses kunci harus ditemukenali, dikendalikan, dan diperbaiki secara berkesinambungan agar hasilnya meningkat. Peran manajemen dalam TQC/TQM adalah menetapkan rencana untuk memeriksa proses dan membandingkan hasilnya guna memperbaiki proses tersebut, dan bukan mengecam proses berdasarkan hasil yang dicapai.
b. Sistem produksi just-in-time
Lahir di Toyota Motor Company di bawah kepemimpinan Taiichi Ohno, sistem produksi just-in-time (JIT) bertujuan menghapuskan segala jenis kegiatan tak bernilai tambah dan mencapai sistem produksi yang ramping dan luwes dalam menampung fluktuasi dari permintaan dan pesanan konsumen. Sistem produksi ini didukung oleh konsep seperti pacu kerja (takt time—waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit secara harmonis) di atas siklus kerja (cycle time), aliran proses satu unit (one-piece flow), sistem produksi tarik (pull production),jidohka (otonomisasi), tata letak sel produksi berbentuk U, dan pengurangan waktu set-up.
Untuk mewujudkan gagasan ideal sistem produksi just-in-time, serangkaian kegiatan kaizen harus diterapkan secara terus menerus guna menghapuskan berbagai kegiatan tak bernilai tambah. JIT secara dramatis akan mengurangi biaya, menyelesaikan produk pada saat yang tepat dan secara mencolok dapat memperbesar tingkat keuntungan perusahaan.
c. Total productive maintenance
Sekarang semakin banyak perusahaan manufaktur menerapkan total productive maintenance (TPM) di dalam maupun di luar Jepang. TQM, seperti kita pahami, menekankan peningkatan kualitas peralatan, TPM bertujuan untuk memaksimalkan efisiensi peralatan melalui sistem terpadu untuk pemeliharaan preventif (penjagaan) guna memperpanjang usia hidup peralatan. Seperti halnya TQM yang melibatkan semua orang di dalam perusahaan, TPM juga melibatkan semua orang di dalam perusahaan.
d. Penjabaran kebijakan perusahaan (policy deployment)
Meskipun strategi kaizen ditujukan pada kegiatan menciptakan perbaikan, dampaknya akan menjadi terbatas bila semua orang bergiat hanya demi kaizensemata, tanpa suatu tujuan yang lebih nyata. Manajemen harus menetapkan sasaran yang jelas guna memandu semua orang dan memastikan bahwa semua kepemimpinan dan kegiatan kaizen diarahkan guna mencapai tujuan tersebut.Kaizen yang sejati dalam pelaksanaan dan penerapannya membutuhkan pemantauan yang ketat dan terinci.
Pertama-tama, manajemen puncak harus menetapkan strategi jangka panjang, yang dijabarkan menjadi strategi jangka menengah dan tahunan. Manajemen puncak juga harus memiliki rencana untuk menjabarkan dan mewujudkan strategi itu, diturunkan melalui jenjang organisasi sampai mencapai tingkat operasional tenaga kerja di tempat kerja. Dengan terjabarnya strategi ke tingkat yang makin bawah, rencana ini akan memuat banyak rencana tindakan maupun menyeluruh tentang “Kita harus menurunkan biaya sebesar 10 persen agar mampu bersaing” dapat diterjemahkan menjadi berbagai kegiatan yang berkaitan dengan meningkatkan produktifitas, mengurangi persediaan, dan mengurangi cacat produksi, serta memperbaik tata letak jalur produksi.
Kaizen tanpa target seperti suatu perjalanan tanpa tujuan. Kaizen sangat efektif ketika setiap orang bekerja untuk mencapai target, dan manajemen harus menentukan target.
e. Sistem saran (suggestion system)
Sistem satan berfungsi sebagai bagian terpadu dari kaizen secara perorangan dan menekankan peningkatan moral serta memperbedar manfaat positif dari partisipasi karyawan. Manajer Jepang memandang peran utama sari sistem saran sebagai saranan menumbuhkan minat terhadap kaizen, yaitu dengan memberdayakan karyawan mereka dalam mengajukan saran, betatapun kecil arti saran tersebut. Karyawan Jepang umumnya didorong untuk mendiskusikan saran mereka dengan atasannya dan langsung menerapkannya, bahkan sebelum mereka mencatatnya dalam formulir saran. Mereka tidak mengharapkan keuntungan ekonomi yang besar dari setiap saran diajukannya. Membudayakan pola pikir kaizen dan disiplin diri. Pandangan ini berlawanan tajam dengan pandangan manajemen Barat yang menekankan keuntungan ekonomis serta intensif berupa uang pada sistem saran.
f. Kegiatan kelompok kecil (small-group activities)
Strategi kaizen mencakup pula kegiatan kelompok kecil—informal, sukarela, kelompok antarunit dalam perusahaan yang diorganisir untuk melakukan tugas spesifik dalam lingkungan gugus tugas. Jenis yang paling terkenal adalah gugus kendali mutu. Dirancang tidak hanya menangangi masalah kualitas, namun juga masalah biaya, keselamatan kerja, dan produktifitas, gugus kendali mutu dapat dianggap sebagai kegiatan kaizen secara berkelompok. Gugus kendali mutu telah memainkan peranan penting dalam meningkatkan kualitas produk dan produktifitas di Jepang. Namun peran mereka seringkali telah dibesar-besarkan di luar proporsinya oleh para pengamat luar, yang begitu yakin bahwa gugus ini merupakan tulang punggung kegiatan kualitas di Jepang. Bukan itu. Manajemenlah yang menjadi tulang punggung, mereka mengembangkan kepemimpinan dalam mewujudkan kualitas, dengan kegiatannya yang masih jarang dibicarakan para pengamat luar, seperti: membangun sistem jaminan kualitas, membekali karyawan dengan pelatihan, menetapkan dan menjabarkan kebijakan dan membangun sistem silang fungsi (crossfunctional) dalam memperbaiki manajemen QCD (quality, cost delivery atau kualitasnya, biaya dan penyerahan). Gugus manajemen telah memainkan peran yang mungkin tak tampak, namun sangat vital dalam mendukung kegiatan tersebut.
E. KEIZEN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Rasulullah SAW bersabda: “Orang Islam adalah orang yang begitu sibuk memperbaiki diri, sehingga tidak memiliki waktu tersisa untuk mencari-cari aib orang lain. Orang Islam adalah orang yang hari ini lebih baik daripada kemarin dan hari esoknya lebih baik dari hari ini. Amal perbuatan yang paling disukai Allah adalah amal yang dilakukan terus menerus walaupun sedikit.” Orang Jepang sangat menekankan pentingnya melakukan perbaikan diri secara terus menerus (Kaizen). Dalam buku “Strategic Management”, Dess dan Miller mengemukakan tiga metode Kaizen.
1. Experimentation.
Filosofi experimentation adalah “if you fail at the first time, try, try, … and try again” “I will persist until I succeed”. Ada empat langkah experimentation:
1. Know what you want (SMART = Specific, Measurable, Achievable, Reasonable, and Time-limit).
2. Action (if you don’t do anything you will be a dreamer or a member of NATO, no action talk only).
3. Observe whether your action leads you to what you want or not.
4. If not, change your approach. Repeat the process over again until you get what you want.
Contoh paling bagus untuk experimentation adalah keberhasilan Thomas Alpha Edison setelah melakukan 10 ribu kali percobaan untuk menemukan bola lampu, dan Kolonel Sanders yang telah ditolak sebanyak 1009 kali sebelum memulai bisnis Kentucky Fried Chicken-nya. Allah Swt berfirman dalam Surat Al Baqarah 2:153 “Hai orang-orang yang beriman, mintalah kepada Allah dengan sabar dan salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. Orang yang sabar adalah orang yang tabah melakukan experimentation untuk terus meningkatkan kualitas iman, hidup, pikir, kerja dan karyanya (5k). Mana yang lebih sabar, tukang bakso yang sejak umur 17 tahun mulai mendorong gerobak bakso dan masih mendorong gerobak bakso yang sama setelah mencapai usia 40 tahun, atau tukang bakso yang ketika usia 17 tahun mendorong gerobak bakso, setelah berusia 40 tahun memiliki waralaba bakso di setiap mal ?
2. Benchmarking.
Daripada melakukan “trial and error” melalui experimentation, ada cara lain yang lebih mempercepat perjalanan menuju tempat yang kita inginkan yaitu dengan “benchmarking”. Benchmarking disebut juga “role modelling” atau “reverse engineering”. Empat langkah benchmarking:
1. Know what you want (SMART = Specific, Measurable, Achievable, Reasonable, and Time-limit).
2. Find a model (someone, organization, or firm) that has got what you want.
3. Observe what the model does.
4. Do the same thing as the model does or do it even better until you get what you want.
Bangsa
Jepang dikenal sebagai the greatest benchmarker in the world. Hampir semua
penemuan yang berguna bagi ummat manusia yang dilakukan melalui metode
experimentation oleh bangsa Amerika atau Eropa seperti mobil, komputer,
telepon, dan televisi telah di-benchmarking oleh bangsa Jepang sehingga
bangsa Amerika dan Eropa sendiri merasa terkaget-kaget melihat merk Jepang
seperti Honda, Toyota, Mitsubishi, Sony dan Hitachi membanjiri pasar
mereka. Singapore, Korea dan Taiwan mengikuti jejak yang telah dilakukan
Jepang. Fadel Muhammad dengan Bukaka Tekniknya memiliki ruang yang
disebutnya “Sontek Room” untuk menyontek penyontek sehingga
garbarata buatan Bukaka Teknik mulai digunakan di bandara negara yang
diconteknya.
Allah menyuruh kita menerapkan benchmarking dalam Surat Al Ahzab
33:21 “Sungguh pada diri Rasulullah itu terdapat teladan (role model)
yang baik bagimu, bagi orang orang yang mengharap rahmat Allah dan hari
kemudian dan banyak mengingat Allah”. Rasulullah sendiri, seperti
dikemukakan di atas, menyuruh agar kita mengambil hikmah dari siapapun dan
dari manapun, karena
hikmah itu milik orang Islam.
3. Outsourcing.
Metode Kaizen yang ketiga merupakan suatu kesadaran bahwa betapa pun hebatnya seseorang tidak akan unggul dalam semua aspek kehidupan. Begitupun suatu organisasi atau perusahaan tidak mungkin unggul dalam semua hal. Oleh karena itu kadang-kadang diperlukan melakukan “oursourcing” yaitu mengambil “source from outside” atau meminta bantuan pihak lain atau mensubkontrak-kan hal-hal yang dapat dilakukan oleh pihak lain sepanjang memenuhi tiga kriteria berikut: kualitasnya tinggi (high quality), harganya murah (low price), dan pengirimannya tepat waktu (just-in-time delivery). Allah Swt menyuruh kita melakukan “outsourcing” ketika berfirman dalam Surat An Nahl 16:43 “Bertanyalah kamu kepada mereka yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui”.
Alangkah indahnya ajaran Islam. Wajar jika Allah Swt dalam Surat Ar-Rahman berulang-ulang mengajukan pertanyaan: “Dan nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kamu dustakan?” Dan dalam Surat Ibrahim 14:7 “Sungguh jika kamu bersyukur, niscaya Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkarinya, sungguh azab-Ku amat keras.” Lagu yang sering dinyanyikan anak saya dari Bimbo layak untuk direnungkan: “Ajarilah aku ya Allah, mengenali karunia-Mu, begitu banyak yang Kau beri, begitu sedikit yang kusadari. Ajarilah aku Ya Allah, berterima kasih kepada-Mu, agar aku dapat selalu, mensyukuri nikmat-Mu”.
http://zanwarkudus.blogspot.com/2014/12/keizen-dalam-perspektif-islam_15.html